NGAWI – Sejumlah petani di Kabupaten Ngawi mulai menerapkan sistem pertanian ramah lingkungan berkelanjutan. Salah satu langkah yang dilakukan adalah dengan memanfaatkan Mikroorganisme Lokal (MOL) sebagai pupuk organik alternatif pengganti pupuk kimia.
Di Desa Sukowiyono, Kecamatan Padas, para petani tampak mengumpulkan bahan-bahan organik seperti bonggol pisang, sisa sayuran, dan urin ternak untuk difermentasi menjadi MOL. Upaya ini dilakukan sebagai respon atas tingginya harga dan keterbatasan pupuk kimia yang kerap dikeluhkan petani dalam beberapa musim tanam terakhir.
Suji, salah satu petani setempat, menjelaskan bahwa MOL kini menjadi solusi utama untuk menjaga produktivitas tanaman padi tanpa harus bergantung pada pupuk kimia. Bahkan, menurutnya, hasil panen dengan pupuk organik tidak kalah memuaskan dibandingkan penggunaan pupuk kimia.
“Bahan-bahannya gampang dicari di sekitar kita, seperti bonggol pisang, sisa sayuran, dan urine ternak. Setelah dicacah dan difermentasi, hasilnya bisa langsung dipakai untuk menyuburkan tanaman,” terang Suji.
Proses pembuatan MOL dilakukan dengan mencacah bahan-bahan organik menggunakan mesin pencacah, lalu difermentasi dalam drum tertutup bersama urin hewan ternak seperti sapi, kambing, atau kelinci. Hasil fermentasi ini digunakan langsung saat musim tanam, khususnya pada musim tanam kedua yang saat ini tengah berlangsung.
Selain menekan biaya produksi, penggunaan MOL juga diyakini mampu menjaga kesuburan tanah dalam jangka panjang dan mendukung ekosistem pertanian yang lebih lestari. Kesadaran petani akan pentingnya pertanian ramah lingkungan disebut terus meningkat, seiring dengan terbukanya akses informasi dan pelatihan pertanian organik.
Dengan pendekatan ini, para petani di Ngawi berharap bisa lebih mandiri dan tidak lagi terlalu bergantung pada pasokan pupuk subsidi dari pemerintah.