Magetan – Bulan Agustus biasanya menjadi musim panen bagi pelaku usaha penyewaan sound system, terutama menjelang peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia. Namun, tahun ini suasananya berbeda. Larangan penggunaan sound horeg (sound system dengan volume keras dan efek menggelegar) di sejumlah daerah berdampak besar terhadap pemasukan para pengusaha sound.
“Tahun-tahun sebelumnya, Agustus selalu ramai pesanan. Tapi sekarang, alat-alat banyak yang nganggur,” keluh Kholis, seorang pengusaha sound system di Magetan.
Larangan ini diterapkan oleh sejumlah desa sebagai upaya menjaga ketertiban dan mengurangi gangguan kebisingan. Namun, di sisi lain, aturan tersebut membuat banyak agenda karnaval atau hiburan rakyat dibatalkan atau digelar tanpa iringan musik yang meriah.
Para pelaku usaha pun harus menelan kerugian akibat minimnya penyewaan. Alat-alat yang telah disiapkan sejak jauh hari kini hanya tersimpan tanpa digunakan. Padahal, biaya perawatan dan operasional tetap berjalan.
“Sulit untuk balik modal kalau seperti ini terus,” tambah Kholis.
Jika tahun-tahun sebelumnya desa-desa menggelar karnaval dengan meriah menggunakan sound system, kini suasananya lebih sepi. Beberapa desa bahkan sama sekali tidak mengadakan acara peringatan HUT RI dengan alasan menyesuaikan kebijakan larangan tersebut.
Meski kecewa, para pelaku usaha berharap ke depan ada solusi yang lebih baik. Mereka menginginkan adanya regulasi yang tidak hanya mengatur soal kebisingan, tetapi juga tetap membuka ruang bagi pelaku ekonomi kreatif seperti jasa sound system.
Reporter: Ramdhan Rio

