Ponorogo – Polemik seputar insiden dalam acara Panggung Rakyat yang digelar untuk memperingati 100 hari kerja Bupati Ponorogo terus menjadi perbincangan hangat. Kericuhan yang terjadi dalam acara tersebut dipicu oleh dugaan penghinaan terhadap simbol budaya daerah oleh seorang komika yang tampil pada Jumat lalu.
Dalam penampilannya, komika tersebut menyebut Monumen Reog sebagai “monumen kucing”, yang kemudian memicu kemarahan sebagian penonton. Imbasnya, suasana memanas hingga acara harus dihentikan sebelum waktunya.
Menanggapi kejadian ini, Anggota DPRD Ponorogo, Agung Prayitno, menyatakan bahwa kebebasan berpendapat adalah bagian dari demokrasi. Namun, ia menekankan pentingnya etika dalam menyampaikan pendapat di ruang publik.

“Kebebasan berekspresi tetap harus diiringi dengan tanggung jawab moral. Jangan sampai menyakiti perasaan masyarakat, apalagi menyangkut simbol budaya yang sangat dihormati,” tegas Agung, yang juga dikenal dengan sapaan Agung Krewek.
Koordinator Panggung Rakyat, Ahmad, juga angkat bicara. Ia mengaku bahwa insiden pembubaran tersebut disinyalir terjadi karena adanya provokasi dan intimidasi dari kelompok tertentu.
“Kami menduga ada sekelompok massa yang sengaja ingin menggagalkan kegiatan ini. Padahal niat kami adalah menyampaikan kritik dan aspirasi secara damai,” ujarnya.
Acara Panggung Rakyat sendiri digelar oleh PETA Project dan Standupindo Ponorogo sebagai bentuk refleksi 100 hari kinerja pemerintahan bupati. Namun, penyebutan simbol budaya secara tidak pantas dalam materi komedi justru menimbulkan gejolak dan memperkeruh suasana.
Polemik ini kini menjadi viral di media sosial, dengan berbagai tanggapan dari warganet maupun komunitas budaya. Salah satu seniman Reog Ponorogo, Sudirman, juga menyampaikan keprihatinannya.
“Simbol Reog bukan hanya benda. Itu adalah identitas dan harga diri masyarakat Ponorogo. Siapapun harus menghormatinya,” kata Sudirman.
Hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari pihak penyelenggara terkait langkah lanjutan atas polemik tersebut. Namun sejumlah tokoh masyarakat dan pegiat budaya berharap agar kejadian ini menjadi pembelajaran bersama demi menjaga martabat budaya lokal.