Ibu Supartini Tolak Tinggal di Panti Sosial, Pilih Ikut Cucu Meski Hidup Sederhana

I

Magetan – Di balik penataan kawasan Totok, Kecamatan Maospati, Kabupaten Magetan, terselip kisah haru dari seorang warga lansia yang memilih mempertahankan nilai-nilai keluarga di tengah gempuran perubahan. Supartini, seorang nenek berusia lanjut yang telah menetap di kawasan Totok sejak tahun 1974, menolak tawaran untuk tinggal di panti sosial dan memilih ikut cucunya meskipun hidup serba terbatas.

Supartini mulai tinggal di Totok setelah rumah keluarganya dijual untuk biaya pengobatan ibunya puluhan tahun lalu. Sejak muda, ia berjualan sembako di pasar tradisional Totok dan menetap di sana hingga hari ini. Kini, di usia senja, Supartini hidup seorang diri. Ketiga anaknya telah meninggal dunia, meninggalkan enam cucu yang tersebar di berbagai daerah.

Meski usianya tak lagi muda dan kondisi kesehatannya menurun akibat penyakit jantung, Supartini tetap berusaha mandiri dengan menjadi tukang pijat. Ia kini hanya melayani anak-anak karena keterbatasan fisik.

Pemerintah sempat menawarkan tempat tinggal di panti sosial, namun Supartini menolaknya secara halus. Baginya, rumah bukan sekadar bangunan berdinding, melainkan tempat di mana kehangatan keluarga bisa dirasakan. Ia lebih memilih ikut salah satu cucunya, meskipun sang cucu sendiri masih mengontrak rumah dan belum memiliki tempat tinggal tetap.

“Yang penting saya tidak sendiri,” ucap Supartini dengan suara lirih.

Kisah Supartini menjadi pengingat bahwa proses relokasi bukan sekadar soal tanah dan bangunan, namun juga menyangkut ruang hidup, kenangan, dan cinta seorang nenek yang tak ingin terpisah dari keluarganya.

Saat pemerintah gencar membenahi kawasan kumuh, kisah seperti yang dialami Supartini menunjukkan bahwa pendekatan relokasi sebaiknya dilakukan tidak hanya dengan aturan, tetapi juga dengan hati.

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *