MAGETAN – Di tengah maraknya produksi tempe dalam kemasan plastik, sebagian pelaku usaha rumahan di Kabupaten Magetan tetap mempertahankan cara tradisional yang lebih ramah lingkungan dan kaya akan nilai budaya. Salah satunya adalah Bu Sarijem, perajin tempe di Desa Banyudono, Kecamatan Ngariboyo, yang masih setia memproduksi tempe bungkus daun pisang dan kertas bekas.
Usaha ini telah berjalan lebih dari tiga dekade, dan masih menjadi pilihan banyak konsumen yang merindukan cita rasa tempe tradisional. Dalam sehari, Bu Sarijem mengolah hingga 40 kilogram kedelai, dibantu sekitar 15 orang karyawan untuk proses produksi dan pembungkusan.
Menurut Bu Sarijem, penggunaan daun pisang bukan sekadar simbol tradisi, melainkan juga untuk menjaga aroma dan rasa khas tempe yang sulit ditandingi kemasan modern.
“Kami tetap pakai daun pisang karena aromanya beda, dan pelanggan memang sukanya begitu. Sudah biasa seperti ini sejak dulu,” jelas Sarijem.
Meski dunia terus berubah, usaha tempe rumahan ini membuktikan bahwa nilai-nilai lokal dan rasa otentik masih menjadi daya tarik tersendiri bagi para pelanggan, terutama mereka yang mendambakan produk makanan alami, higienis, dan bercita rasa khas.
Keberadaan produsen tempe tradisional seperti ini menjadi bukti bahwa budaya lokal bisa tetap hidup, bahkan di tengah persaingan industri makanan modern yang serba instan.