Ngawi – Pemerintah Kabupaten Ngawi mencatat masih terdapat sekitar 8.900 unit rumah tidak layak huni (RTLH) yang tersebar di berbagai wilayah. Jumlah tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan hunian layak masih menjadi tantangan besar, khususnya bagi masyarakat kurang mampu.
Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Ngawi, Maftuh Affandi, mengatakan bahwa pihaknya terus melakukan berbagai upaya intervensi untuk menekan angka tersebut. Salah satunya melalui program bantuan RTLH yang bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) APBD Ngawi serta dukungan dana desa.
“Pada tahun 2025, kami menargetkan pembangunan 188 unit rumah melalui program bantuan RTLH dengan total anggaran Rp3,7 miliar. Masing-masing penerima mendapatkan Rp20 juta, yang dibagi Rp17,5 juta untuk material dan Rp2,5 juta untuk upah tukang,” jelas Maftuh.

Selain program dari pemerintah kabupaten, desa-desa di Ngawi juga diarahkan untuk mengalokasikan minimal dua unit RTLH per tahun dari Dana Desa, dengan besaran bantuan sebesar Rp10 juta per unit. Program ini bersifat swadaya, sehingga keberhasilan pelaksanaannya sangat bergantung pada partisipasi aktif masyarakat.
Tidak hanya mengandalkan anggaran daerah, Pemkab Ngawi juga menggandeng perusahaan-perusahaan melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) untuk ikut serta membantu renovasi rumah warga yang tidak layak huni.
Dalam pelaksanaan program ini, DPRKP menerapkan skala prioritas, di mana penerima bantuan harus memenuhi sejumlah kriteria, seperti kepemilikan rumah atas nama sendiri (dibuktikan dengan sertifikat), kondisi lantai masih berupa tanah, dinding belum dari bata, dan atap rumah rusak.
Maftuh menekankan bahwa peningkatan kualitas hunian masyarakat tidak bisa dilakukan pemerintah saja, melainkan membutuhkan dukungan seluruh elemen, baik pemerintah desa, masyarakat, hingga sektor swasta.