MAGETAN – Di balik seragam dan sirene mobil pemadam kebakaran, ada sosok sederhana dengan tangan yang tak hanya memadamkan api, tapi juga membentuk tanah menjadi bangunan. Sukadi, warga Dusun Tamanan, Kabupaten Magetan, adalah satu di antara sedikit orang yang menjalani dua peran pengabdian: sebagai anggota pemadam kebakaran sekaligus perajin bata merah tradisional.
Sehari-hari, sejak pagi Sukadi sudah sibuk mencetak tanah liat menjadi bata merah berkualitas tinggi. Ketika sore menjelang, ia bersiaga menjalankan tugas sebagai petugas Damkar. Aktivitas ini sudah ia tekuni sejak tahun 2008.
“Awalnya saya hanya tukang sapu jalanan. Setelah jadi pemadam kebakaran dan diangkat PNS, saya belajar buat bata untuk mengisi waktu luang,” jelas Sukadi saat ditemui di rumah produksinya.
Dengan semangat belajar dari teman-teman perajin, Sukadi akhirnya menemukan formula bata merah yang kuat, tahan cuaca, dan tidak mudah retak. Ia menggunakan pembakaran tradisional dengan tungku kayu demi menjaga kualitas material.
Kini, bata merah hasil tangannya telah dipasarkan hingga ke Sidoarjo, Solo, dan wilayah Jawa Tengah. Pemesanan umumnya dilakukan lewat WhatsApp atau datang langsung karena rekomendasi pelanggan lain.
Dalam sehari, dibantu keluarganya, ia bisa mencetak hingga 500 bata. Usaha rumahan ini menjadi bukti nyata bahwa kerja keras dan inovasi bisa berjalan berdampingan dengan pengabdian sosial.
“Hidup itu soal pengabdian. Pada keluarga lewat kerja, pada masyarakat lewat tugas,” kata Sukadi.
Dari bara tungku pembakaran hingga kobaran api yang harus dipadamkan, Sukadi memberi inspirasi bahwa pengabdian bisa datang dari dua dunia yang berbeda, namun bertemu dalam satu nilai: ketulusan.