Tradisi Methik Pari di Glinggang Jadi Simbol Syukur dan Kebersamaan Warga

Ponorogo – Suara gamelan berpadu dengan langkah ratusan warga Desa Glinggang, Kecamatan Sampung, Ponorogo, yang berbondong-bondong menuju sawah dengan mengenakan pakaian surjan dan caping. Mereka membawa ratusan tumpeng dalam prosesi Methik Pari atau Pethik Padi, tradisi turun-temurun sebagai ungkapan syukur atas hasil panen melimpah.

Tradisi yang digelar setahun sekali ini bukan sekadar seremoni panen, melainkan juga simbol kebersamaan dan doa agar hasil pertanian warga selalu diberkahi. Di desa dengan sekitar 110 hektare lahan pertanian—mayoritas ditanami padi—prosesi ini sekaligus menjadi tanda dimulainya panen perdana tahun ini.

Prosesi Methik Pari dimulai dari balai desa. Setelah doa bersama, warga berarak menuju area persawahan. Sesampainya di lokasi, para tetua desa memimpin ritual dengan memotong beberapa batang padi pertama, diiringi tari-tarian tradisional yang menambah nuansa sakral.

Kebersamaan warga mencapai puncaknya dalam ritual Bruncah Buceng, yaitu makan bersama di sawah dengan menyantap sekitar 200 tumpeng lengkap dengan ingkung ayam. Kepala Desa Glinggang, Gunung, memimpin doa sebelum seluruh warga duduk melingkar dan menikmati hidangan bersama.

“Tradisi Methik Pari ini bukan hanya perayaan panen, tapi juga warisan budaya yang memperkuat kebersamaan antarwarga,” ungkap Gunung, Kepala Desa Glinggang.

Tak hanya diikuti warga setempat, tradisi ini juga menarik perhatian masyarakat dari sekitar Ponorogo. Salah seorang pengunjung lokal, Harianti, mengaku sengaja datang untuk menyaksikan prosesi unik tersebut.

Dengan alunan gamelan yang terus mengiringi, suasana penuh syukur itu menjadi pengingat bahwa kerja keras petani tidak hanya menghasilkan padi, tetapi juga memperkuat ikatan sosial dan doa bersama warga.

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *