Usaha Tape Singkong di Ngawi Tetap Eksis di Tengah Serbuan Jajanan Modern

Ngawi – Di tengah maraknya jajanan modern, kuliner tradisional seperti tape singkong ternyata masih memiliki penggemar setia. Hal ini dibuktikan oleh Surati (53 tahun), warga Desa Karanggupito, Kecamatan Kendal, Kabupaten Ngawi, yang sudah enam tahun terakhir menekuni usaha home industri tape singkong.

Usaha ini berawal dari kondisi suaminya yang sakit dan harus tetap mencukupi kebutuhan keluarga. Surati kemudian meneruskan keahlian membuat tape yang dulu juga dilakukan orang tuanya. Sejak 2019, ia memulai produksi secara sederhana menggunakan bungkus daun pisang, lalu menitipkannya di warung-warung dan pedagang sayur keliling.

Tak disangka, permintaan terus meningkat. Kini, tape singkong buatan Surati punya pasar tersendiri. Dalam sehari, ia mampu memproduksi hingga 1,5 kuintal tape. Bahkan, saat bulan Ramadan atau musim hajatan, permintaan bisa melonjak hingga 3–4 kuintal per hari.

“Bahan bakunya dari pasar dan juga warga sekitar yang menanam sendiri. Kalau musim ramai, saya bisa kewalahan,” ujar Surati.

Tape buatannya tidak hanya dikonsumsi langsung, tapi juga diolah menjadi es tape, gorengan, hingga berbagai varian camilan lainnya. Masa simpan tape antara 4–5 hari, namun bisa bertahan hingga satu bulan jika disimpan di kulkas.

Saat ini, Surati memproduksi antara 350 hingga 500 bungkus per hari dengan harga jual mulai dari Rp4 ribu hingga Rp10 ribu, tergantung ukuran dan isinya. Pemasaran tak hanya di wilayah Ngawi, tapi juga sudah menjangkau kota-kota lain seperti Madiun, Magetan, Ponorogo, hingga Bondowoso.

Meski produk kekinian terus bermunculan, tape singkong ala Surati membuktikan bahwa cita rasa tradisional tetap punya tempat tersendiri di hati masyarakat.

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *