Ngawi — Kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) berupa penjualan bayi yang baru-baru ini diungkap Polres Ngawi mengundang perhatian serius dari DPRD Kabupaten Ngawi. Komisi II DPRD berencana memanggil sejumlah dinas terkait dalam waktu dekat, untuk meminta klarifikasi sekaligus membahas langkah-langkah pencegahan.
Anggota Komisi II DPRD Ngawi, Sojo, mengaku prihatin atas peristiwa tersebut. Ia menyebut lemahnya pendampingan dan pengawasan terhadap keluarga miskin menjadi celah yang dimanfaatkan oleh pelaku jaringan perdagangan bayi.
“Faktor kemiskinan, kurangnya pemahaman masyarakat, dan minimnya peran aktif pemerintah menjadi titik rawan. Ini tidak boleh terjadi lagi. Negara harus hadir melindungi warganya,” ujar Sojo.

Sojo mendesak Pemerintah Kabupaten Ngawi, melalui Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, serta Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB), agar lebih intens dalam memberikan pendampingan — mulai dari tahap kehamilan, persalinan, hingga pasca melahirkan. Ia juga mendorong agar aparat pemerintah desa dan kecamatan ikut terlibat aktif dalam memantau kondisi sosial di wilayahnya masing-masing.
Komisi II DPRD dijadwalkan akan menggelar rapat koordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk membahas langkah preventif, termasuk penguatan edukasi dan intervensi sosial.
“Kami ingin pastikan kejadian semacam ini tidak terulang kembali. Harus ada pencegahan dari hulu ke hilir,” tegas Sojo.
Sebelumnya, aparat Polres Ngawi berhasil membongkar sindikat perdagangan bayi yang melibatkan sejumlah pelaku dan memanfaatkan kondisi sosial-ekonomi keluarga korban. Kasus ini menjadi alarm bagi semua pihak agar meningkatkan perhatian terhadap perlindungan anak dan keluarga miskin di daerah.