Kota Madiun – Ada yang unik dalam peringatan Tahun Baru Islam 1 Muharram 1447 Hijriah di Kota Madiun. Sekelompok warga yang tergabung dalam komunitas pecinta burung perkutut menggelar ritual jamasan perkutut katuranggan, sebuah prosesi penyucian burung dengan air kembang, yang sarat akan filosofi Jawa dan spiritualitas.
Bertempat di Jalan Makam Tentara, Kecamatan Taman, sekitar 15 ekor burung perkutut katuranggan dimandikan secara khidmat layaknya penjamuan pusaka. Ritual ini bukan semata tradisi estetika, namun dipercaya sebagai sarana menyucikan energi negatif, sekaligus mempererat ikatan batin antara pemilik dan burung peliharaannya.
“Ini bukan hanya tentang memandikan burung, tapi menyatukan rasa. Burung perkutut memiliki getaran energi yang bisa membantu pemiliknya tetap selaras dengan alam,” ujar Ki Wisnu Sejati, tokoh pelestari budaya sekaligus panitia kegiatan.
Makna Setiap Perkutut: Dari Songgo Ratu hingga Banyu Mili
Tak sembarang burung yang dijamas. Jenis perkutut yang ikut serta dalam ritual ini adalah perkutut katuranggan, yang dikenal memiliki ciri khas dan filsafat hidup tersendiri. Di antaranya:
Songgo Ratu – simbol pemimpin yang adil dan bijaksana.
Sriwiti – pertanda kemakmuran dan kesuburan.
Wisnu Murti – lambang penjaga keseimbangan dan pelindung.
Banyu Mili – perlambang aliran rejeki yang tak pernah putus.
Perkutut Lurah – simbol wibawa dan ketegasan.
Bagi masyarakat Jawa yang masih memegang nilai-nilai tradisi, burung-burung ini dianggap memiliki aura keberuntungan, penjaga rumah tangga, hingga simbol spiritualitas dalam kehidupan sehari-hari.
Tak Sekadar Ritual, Tapi Juga Pameran dan Pelepasan
Tak hanya jamasan, acara juga diisi dengan pameran burung perkutut katuranggan, ritual selametan sebagai bentuk syukur, serta pelepasan burung ke alam bebas. Pelepasan ini menjadi simbol kebebasan dan bentuk ajakan untuk menjaga keseimbangan antara manusia dan alam.
Sekitar 50 peserta dari berbagai komunitas pecinta burung perkutut turut meramaikan kegiatan ini. Para peserta berharap, jamasan perkutut tidak hanya menjadi seremoni tahunan, tapi bisa ditetapkan sebagai agenda budaya daerah, yang mampu melestarikan nilai-nilai kearifan lokal di tengah modernitas.
Tradisi ini menjadi pengingat bahwa di balik kicau seekor perkutut, tersimpan pesan-pesan luhur nenek moyang tentang keselarasan hidup, kekuatan batin, dan kebijaksanaan dalam menjalani kehidupan.