Ngawi – Di tengah gempuran budaya modern, warga Dusun Dungwaluh, Desa Campurasri, Kecamatan Karangjati, Kabupaten Ngawi, terus menjaga warisan leluhur berupa kesenian Wayang Thengul. Kesenian langka ini dilestarikan melalui tradisi tahunan Bersih Dusun, yang digelar dengan penuh khidmat dan makna spiritual.
Wayang Thengul merupakan jenis pertunjukan wayang kayu tiga dimensi yang telah ada sejak era kolonial Belanda. Tokoh-tokohnya diukir dari kayu dan dimainkan secara langsung dengan gaya pementasan yang khas dan sarat pesan moral.
Berbeda dengan wayang kulit yang berbahan pipih, Wayang Thengul menyampaikan cerita rakyat yang membumi, seperti legenda lokal dan ajaran kearifan tradisional. Namun kini, kesenian ini tergolong langka karena tidak banyak generasi muda yang bersedia atau mampu menjadi dalang.
“Dulu kami pernah menggelar wayang kulit saat Bersih Dusun, tapi justru datang pagebluk. Setelah kembali ke Wayang Thengul, keadaan pulih. Sejak itu, kami tidak pernah melewatkan pertunjukan ini,” ujar Sunarto, Kepala Desa Campurasri.
Warga percaya bahwa Wayang Thengul membawa berkah dan keselamatan bagi dusun. Karena itu, setiap tahun dalam rangka Bersih Dusun, pertunjukan ini menjadi bagian tak terpisahkan dari ritual adat sekaligus hiburan rakyat.
Sunarto juga berharap adanya dukungan dari pemerintah daerah untuk melestarikan kesenian ini, khususnya dalam upaya mencetak dalang muda agar warisan budaya ini tidak punah.
“Wayang Thengul bukan sekadar pertunjukan. Ini adalah identitas kami, warisan yang harus dijaga sepanjang zaman,” tegas Sunarto.
Pelestarian Wayang Thengul menjadi simbol kuat perlawanan terhadap kepunahan budaya. Di tengah modernisasi, masyarakat Dungwaluh membuktikan bahwa tradisi bisa hidup berdampingan dengan zaman, asalkan ada niat menjaga dan meneruskannya.